Official Blog of Nugi Nugraha || Member of Google Corp & Blogger - Since 2011 || Copyrights 2011 - 2024 by Personal Blog & Google

Selasa, 16 April 2024

Nugraha is My Name (part 27)

Nugraha is My Name (part 27)


PERINGATAN !



Sebelum membaca artikel ini, diharapkan agar pembaca sudah berusia 17 tahun, mempunyai kemampuan untuk menghargai dan menerima juga open minded. 

Karena artikel ini berdasarkan pengalaman pribadi dan terdapat konflik secara mendalam dari konteks, paradigma, opini dan juga akan menyertakan orang-orang yang pernah ada di kehidupan pribadi sang penulis secara jujur yang bisa dikonfirmasi secara komprehensif. 


-------


Jika rasa sakit yang Engkau berikan menurut-Mu terlalu mudah untuk hamba maka tambahkan rasa sakit yang lebih luar biasa sakitnya untuk hamba rasakan, Ya Tuhan! 


-------


Saat seseorang sedang hilang tanpa arah, maka dia akan bisa dengan cepat menentukan jalan mana yang akan dia pilih. Saat seseorang sedang berada dalam kegelapan, maka dia akan dengan mudah untuk menemukan cahaya.


Aku sedang berada dalam satu persimpangan yang membuatku bingung. Keduanya sudah ada dalam pikiranku yang melayang nestapa seperti debu yang dengan mudahnya terbawa angin. Tapi aku tau akan bagaimana akhirnya jika berusaha untuk melawan arah angin itu. Hingga akhirnya aku masih tetap bertahan dengan segala sesuatu yang sedari awal sudah aku putuskan dengan berbagai macam pikiran dan perasaan juga segala bentuk risikonya.


Momen lebaran adalah waktu dimana semua orang sangat antusias untuk bertemu dengan keluarganya. Menyempatkan waktu mereka untuk bisa bertatap muka dengan anggota keluarga lainnya. 

Tapi tidak bagiku. 

Aku tidak tau apa tujuanku untuk bertemu dengan mereka, selain hanya akan menambah rasa sakit yang luar biasa ini. 

Hubunganku dengan keluarga terutama orangtua yang sudah tidak baik-baik saja sejak lama. Ditambah aku sedang berusaha untuk menerima kenyataan bahwa aku bukan siapa-siapa lagi bagi mereka. Mungkin dulu aku mengira ini hanya perasaanku saja, tapi pada akhirnya itu bukan hanya ada dalam benak dan hatiku, karena ternyata semua itu benar-benar nyata dan terjadi dalam hidupku. 

"Dede sing kiat, sing sabar, sing narima, sing jembar hate na, wios nu atos mah da atos". 

Like what? 

Yang berkata demikian dia tidak pernah merasakan sedikit dari apa yang pernah bahkan sedang aku rasakan. Aku pikir untuk saat ini omongan itu tidak akan berarti apa-apa. Karena aku sudah menerima dan belajar berdamai lagi dengan berbagai kenyataan yang terjadi.


Aku kuat, aku tau itu. Sudah bertahun-tahun lamanya aku berjuang untuk mendapatkan penerimaan dan pengertian, tapi semakin aku berusaha maka semakin tidak ada semua harapan itu.

Makanya aku meminta kepada-Nya untuk menambangkan rasa sakit itu jika memang nantinya akan menjadi sebuah kebaikan untuk hidupku kedepannya. Akan dengan senang hati dan ikhlas aku menerima semua itu. 


Dalam momen lebaran kali ini juga aku malah harus bertemu dengan orang yang ada di part ke 11. 

Ditengah perjalanan singkat kita, aku dengan jiwa yang serba ingin tau perasaan dan keinginan terdalam orang lain seolah selalu digerogoti oleh pertanyaan yang mau tidak mau lawan bicaraku harus menjawab dengan yang sebenarnya. Ini bukan tentang perasaan yang tidak akan pernah berujung, tapi tentang andil dia untuk keluarganya yang membuat ingatanku selalu kembali ke tahun 2022.

Aku sudah membuang semua rasa itu sejak lama, tapi perasaan adalah perasaan. Perasaan yang terkadang menumbuhkan sedikit dari memori terdalamku. Bukan perasaan yang datang kembali, tapi memori yang malah menyeruak hadir dalam kebersamaan tanpa paksaan, mau tidak mau kami harus selalu bertatap dan saling bercanda tanpa sesuatu yang jelas. Harus basa-basi ringan hingga belajar munafik dengan percuma. 


Sekali lagi, aku tidak bisa menumbuhkan rasa yang sejak lama sudah dengan sengaja aku hilangkan, tapi ini tentang waktu yang membuat memori baru. 

Ditengah perjalanan kita harus satu kendaraan, makan dalam waktu yang bersamaan, perbincangan yang terus menerus memaksa kita untuk melanjutkan dialog tanpa judul dan frasa, bahkan dengan kosa kata yang sebenarnya sangat jarang aku ucapkan demi menghindari timbulnya rasa yang baru. Oya, aku sudah ahli dalam bidang menghindar dari berbagai sumber rasa sakit untuk sekarang ini. 

Aku semakin tau sifat dia yang sebenarnya, semakin lebih tau pribadi dia yang sesungguhnya, bagaimana dia berkata dan berprilaku, tatapan yang banyak menyimpan isyarat hingga aku sendiri yang lebih tau diri akan dan harus berpola pikir juga berprilaku seperti apa dan bagaimana. 


Aku sudah mengambil keputusan sejak semuanya terjadi, aku yang masih bisa mengendalikan semuanya dengan rasa sadar dan penuh perhitungan, makanya aku masih tetap dalam tahap sebatas mengaguminya dengan jarak yang cukup berbatas hingga tidak akan pernah ada celah untuk sesuatu yang lebih. 

Lagi pula aku tidak pernah berharap apapun darinya, karena memang tidak ada satu bagian pun yang bisa dijadikan alasan untuk hal lebih itu selain hanya mengaguminya saja. 


Kenapa aku masih terus mengagumi dia? 


Dia yang dengan segala kekurangannya sebagai anak tapi masih bisa dan mampu sekaligus bersedia untuk berkorban demi keluarganya. Apalagi dia selalu dikelilingi oleh orang-orang yang mensupportnya. Dibalik riang gembira yang selalu dia perlihatkan, tersimpan berbagai macam pikiran dan perasaan yang semua orang juga tau bagaimana keadaan yang sebenarnya terjadi di dalam sana. Mungkin orang lain hanya tau dan mengerti tapi aku malah merasa empati dan simpati yang berlebihan. 

Mungkin itu salah satu kelemahanku. 


Dalam perjalanan kemarin aku juga semakin tau karakter asli orang lain yang tidak pernah terlihat sebelumnya dan mungkin ada beberapa karakterku juga yang baru diketahui oleh mereka. 

Dan aku sangat senang masih ada keluarga yang menganggapku ada. 


-------


Ikhlas itu ketika kita mendapat akhir yang berat dan menyakitkan juga menyedihkan, apakah masih bisa menerimanya atau tidak.